Senin, 21 Maret 2016

Hukum Perikatan



Hukum Perikatan

Pengertian Hukum Perikatan
Hukum perikatan adalah suatu hubungan hukum lapangan hrta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak yang lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi (personal law).
Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewjiban (debitur) atas suatu prestasi).
Di dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang – undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Contohnya yaitu perjanjian untuk tidak mendirikan bangunan yang sangat tinggi sehingga menutupi sinar matahari.

Dasar Hukum Perikatan
Sumber-sumber hukum perikatan yang ada diindonesia adalah perjanjian dan undang-undang dan sumber dari undang – undang dapat dibagi lagi menjadi undang – undang melulu dan undang – undang perbuatan manusia. Sumber undang – undang dan perbuatan manusia dibagi lagi menjadi perbuatan yang menurut hokum  dan perbuatan melawan hukum.
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut:
1.       Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2.       Perikatan yang timbul undang-undang.
Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata “Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang – undang saja (uit de wet allen) atau dari undang – undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen).
a.       Perikatan terjadi karena undang-undang semata.
Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik – pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber – sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber – sumber lain yaitu kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
b.      Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia.
3.  Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela (zaakwarneming).

Azas – Azas Dalam Hukum Perikatan
Azas – azas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.
1.       Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338  KUHP Perdata yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2.       Asas Konsensualisme.
Asas konsensualisme artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal – hal yang pokok dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.

Wanprestasi Dan Akibat – Akibatnya
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang diperjanjikan. Akibat – akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat – akibat  bagi debitur yang melakukan   wansprestasi. Akibat wansprestasi dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu:
1.        Membayar kerugian yang diderita oleh kreditur (Ganti rugi).
2.        Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian.
3.        Peralihan risiko.

Hapusnya Perikatan
Perikatan itu bisa hapus jika memenuhi kriteria – kriteria sesuai dengan Pasal 1381 KUH Perdata, yaitu sebagai berikut:
1.        Pembaharuan utang (inovatie).
2.        Perjumpaan utang (kompensasi).
3.        Pembebasan utang.
4.        Musnahnya barang yang terutang.
5.        Kebatalan dan pembatalan perikatan – perikatan.
6.        Kedaluwarsa.

Daftar Pustaka

1 komentar: